Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan gugatan
penggugat, jawaban tergugat, replik
penggugat, duplik tergugat, dan pembuktian serta kesimpulan yang diajukan oleh
pihak-pihak yang berperkara maka hakim akan segera menjatuhkan putusan. Putusan pengadilan merupakan sesuatu yang
sangat diinginkan atau dinantikan oleh kedua pihak karena diharapkan adanya
kepastian hukum terhadap sengketa yang mereka hadapi. Untuk itu, hakim sebagai aparatur Negara dan
sebagai wakil tuhan yang melaksanakan peradilan harus benar-benar mengetahui
duduk perkara yang sebenar benarnya dan peraturan hukum yang akan diterapkan
baik peraturan hukum yang tertulis dalam perundangan-undangan maupun peraturan
hukum yang tidak tertulis atau hukum adapt.
Putusan hakim sendiri adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan
untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para
pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang diberi putusan, melainkan juga
pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis kemudian diucapkan oleh hakim
di persidangan.
Putusan pengadilan adalah
pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum
untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata. Setiap putusan pengadilan tertuang dalam
bentuk tertulis yang harus ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan hakim-hakim anggota yang ikut serta
memeriksa dan memutuskan perkara serta panitera
pengganti yang ikut bersidang.
Untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi putusan yang diucapkan
dipersidangan dengan yang tertulis, Mahkamah Agung dengan surat edaran No. 5
tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan No.
1 tahun 1962 pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan konsepnya harus
sudah disiapkan. Karena jabatannya,
ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang
tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian
gugatan. Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta
atau mengabulkan lebih daripada yang digugat sesuai dengan ketentuan pasal 178
(1,2,3) HIR/189 (1,2,3) Rbg.
Bentuk penyelesaian perkara di pengadilan dibedakan atas dua yakni; Putusan atau vonis, dan Penetapan atau beschiking. Suatu putusan
diambil untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau sengketa (perkara),
sedangkan suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan, yaitu
dalam rangka yang dinamakan yurisdiksi voluntair seperti pengangkatan wali.
Suatu putusan hakim terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu;
1.
kepala
putusan,
2.
identitas,
para pihak,
3.
pertimbangan
hukum dan
4.
amar
Di pengadilan negeri dapat dibedakan putusan pengadilan atas 2
(dua) macam yaitu:
1. Putusan sela (tussen vonnis)
2. Putusan akhir (end vonnis)
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir
yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan
pemeriksaan perkara. Seperti tergugat mengajukan suatu tangkisan (eksepsi) yang
menyatakan bahwa pengadilan negeri tersebut tidak berwenang mengadili (kompetensi
abslout), karena perkara tersebut adalah wewenang pengadilan lain.
Dalam hukum acara perdata dikenal beberapa macam putusan sela
yaitu:
1. Putusan preparatoir, yaitu putusan persiapan mengenai jalannya
pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir,
seperti putusan untuk menolak pengunduran sidang.
2. Putusan interlocutoir, yaitu putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian. Seperti putusan untuk memeriksa saksi atau pemeriksaan
setempat. Karena putusan ini menyangkut
masalah pembuktian, maka putusan interlocutoir akan mempengaruhi putusan akhir.
3. Putusan Incidenteil adalah putusan yang berhubungan dengan
insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa seperti
putusan yang membolehkan pihak ketiga ikut serta dalam suatu perkara.
4. Putusan Provisionil, yaitu putusan yang menjawab tuntutan
provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan
pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Seperti dalam perceraian sebelum pokok perkara diputuskan, isteri minta
dibebaskan dari kewajiban untuk tinggal bersama dengan suaminya, karena
suaminya suka menganiaya. Seperti dalam atap rumah yang disewa oleh penggugat
dirusak oleh tergugat, sedangkan pada waktu itu musim hujan sehingga tergugat
harus segera dihukum untuk memperbaiki atap tersebut.
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhri perkara pada tingkat
pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi
dan Mahkamah Agung. Putusan akhir menurut sifatnya amarnya (diktumya) dapat
dibedakan atas 3 macam:
1. Putusan condemnatoir yaitu putusan hakim yang bersifat menghukum
salah satu pihak untuk memenuhi prestasi tersebut. Seperti putusan hakim yang
menghukum tergugat untuk mengembalikan barang, menyerahkan sejumlah uang ganti
rugi dan lain-lain kepada penggugat.
2. Putusan deklaratoir yaitu
putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang bersifat menerangkan bahwa telah
diterapkan suatu keadaan hukum atau menentukan adanya keadaan hukum yang
dinyatakan oleh para pihak (penggugat), seperti putusan hakim yang menyatakan
anak tersebut adalah anak sah dari pasangan suami istri Ahmad dan Aminah,
putusan tentang kelahiran seseorang, kedudukan ahli waris dan sebagainya.
3. Putusan konstitutif yaitu putusan hakim yang bersifat ditetapkan
suatu keadaan baru atau dihapuskannya keadaan hukum, pembatalan suatu
perjanjian, putusan tentang perceraian dan lain-lain.
Di lihat dari kehadiran
tergugat ke muka sidang, maka putusan akhir dapat dibedakan di atas:
1. Putusan kontradiktoir yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim
dalam keadaan pihak tergugat pernah datang menghadap ke muka sidang di
pengadilan, meskipun tergugat tidak memberikan perlawanan atau pengakuan.
2. Putusan verstek yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam
keadaan pihak tergugat tidak pernah hadir dipersidangan meskipun telah di
panggil secara patut. Dalam hal ini hakim harus mempertimbangkan ketentuan
pasal 15, 16 HIR, pasal 149, 150 Rbg dan syaratsyarat bahwa tergugat tidak pernah datang menghadap pada hari
sidang yang telah ditentukan, juga tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang
sah, telah dipanggil secara patut, petitum tidak melawan hak, dan beralasan
maka gugatan dikabulkan dengan putusan verstek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar