Jumat, 20 Desember 2019

Putusan


Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan gugatan penggugat, jawaban tergugat,  replik penggugat, duplik tergugat, dan pembuktian serta kesimpulan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara maka hakim akan segera menjatuhkan putusan.  Putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat diinginkan atau dinantikan oleh kedua pihak karena diharapkan adanya kepastian hukum terhadap sengketa yang mereka hadapi.  Untuk itu, hakim sebagai aparatur Negara dan sebagai wakil tuhan yang melaksanakan peradilan harus benar-benar mengetahui duduk perkara yang sebenar benarnya dan peraturan hukum yang akan diterapkan baik peraturan hukum yang tertulis dalam perundangan-undangan maupun peraturan hukum yang tidak tertulis atau hukum adapt.  Putusan hakim sendiri adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang diberi putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan.
 Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata.  Setiap putusan pengadilan tertuang dalam bentuk tertulis yang harus ditandatangani oleh hakim ketua sidang  dan hakim-hakim anggota yang ikut serta memeriksa dan memutuskan perkara serta panitera  pengganti yang ikut bersidang.  Untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi putusan yang diucapkan dipersidangan dengan yang tertulis, Mahkamah Agung dengan surat edaran No. 5 tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan  No. 1 tahun 1962 pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan konsepnya harus sudah disiapkan.  Karena jabatannya, ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat sesuai dengan ketentuan pasal 178 (1,2,3) HIR/189 (1,2,3) Rbg.  
Bentuk penyelesaian perkara di pengadilan dibedakan atas dua  yakni; Putusan atau vonis, dan  Penetapan atau beschiking. Suatu putusan diambil untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau sengketa (perkara), sedangkan suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan, yaitu dalam rangka yang dinamakan yurisdiksi voluntair seperti pengangkatan wali.
Suatu putusan hakim terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu;
1.      kepala putusan,
2.      identitas, para pihak,
3.      pertimbangan hukum dan
4.      amar
Di pengadilan negeri dapat dibedakan putusan pengadilan atas 2 (dua) macam yaitu:
1. Putusan sela (tussen vonnis)
      2. Putusan akhir (end vonnis) 
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Seperti tergugat mengajukan suatu tangkisan (eksepsi) yang menyatakan bahwa pengadilan negeri tersebut tidak berwenang mengadili (kompetensi abslout), karena perkara tersebut adalah wewenang pengadilan lain.
Dalam hukum acara perdata dikenal beberapa macam putusan sela yaitu:
1. Putusan preparatoir, yaitu putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir, seperti putusan untuk menolak pengunduran sidang.
2. Putusan interlocutoir, yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian. Seperti putusan untuk memeriksa saksi atau pemeriksaan setempat.  Karena putusan ini menyangkut masalah pembuktian, maka putusan interlocutoir akan mempengaruhi putusan akhir.
3. Putusan Incidenteil adalah putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa seperti putusan yang membolehkan pihak ketiga ikut serta dalam suatu perkara.
4. Putusan Provisionil, yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. Seperti dalam perceraian sebelum pokok perkara diputuskan, isteri minta dibebaskan dari kewajiban untuk tinggal bersama dengan suaminya, karena suaminya suka menganiaya. Seperti dalam atap rumah yang disewa oleh penggugat dirusak oleh tergugat, sedangkan pada waktu itu musim hujan sehingga tergugat harus segera dihukum untuk memperbaiki atap tersebut.
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Putusan akhir menurut sifatnya amarnya (diktumya) dapat dibedakan atas 3 macam:
1. Putusan condemnatoir yaitu putusan hakim yang bersifat menghukum salah satu pihak untuk memenuhi prestasi tersebut. Seperti putusan hakim yang menghukum tergugat untuk mengembalikan barang, menyerahkan sejumlah uang ganti rugi dan lain-lain kepada penggugat.
 2. Putusan deklaratoir yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang bersifat menerangkan bahwa telah diterapkan suatu keadaan hukum atau menentukan adanya keadaan hukum yang dinyatakan oleh para pihak (penggugat), seperti putusan hakim yang menyatakan anak tersebut adalah anak sah dari pasangan suami istri Ahmad dan Aminah, putusan tentang kelahiran seseorang, kedudukan ahli waris dan sebagainya.
3. Putusan konstitutif yaitu putusan hakim yang bersifat ditetapkan suatu keadaan baru atau dihapuskannya keadaan hukum, pembatalan suatu perjanjian, putusan tentang perceraian dan lain-lain.
 Di lihat dari kehadiran tergugat ke muka sidang, maka putusan akhir dapat dibedakan di atas:
1. Putusan kontradiktoir yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam keadaan pihak tergugat pernah datang menghadap ke muka sidang di pengadilan, meskipun tergugat tidak memberikan perlawanan atau pengakuan.
2. Putusan verstek yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam keadaan pihak tergugat tidak pernah hadir dipersidangan meskipun telah di panggil secara patut. Dalam hal ini hakim harus mempertimbangkan ketentuan pasal 15, 16 HIR, pasal 149, 150 Rbg dan syaratsyarat bahwa tergugat  tidak pernah datang menghadap pada hari sidang yang telah ditentukan, juga tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah, telah dipanggil secara patut, petitum tidak melawan hak, dan beralasan maka gugatan dikabulkan dengan putusan verstek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar