Jumat, 20 Desember 2019

Gugatan Rekonvensi (Gugat Balik)


Dalam hukum acara perdata gugatan rekonvensi ini dikenal dengan “gugatan balik”. Gugatan rekonvensi dapat diajukan untuk mengimbangi gugatan penggugat. Gugatan rekonvensi dapat diperiksa bersama-sama dengan gugatan konvensi sehingga akan menghemat biaya dan waktu, mempermudah acara pembuktian, dan menghindarkan putusan yang saling bertentangan satu sama lain. Seorang yang telah digugat oleh penggugat ada kemungkinan ia mengajukan gugatan balik, karena adanya hubungan hukum lain dengan penggugat, dimana penggugat berhutang kepada tergugat dan belum dilunasi. Dalam hal ini apabila tergugat hendak menggugat penggugat, sesuai ketentuan dalam pasal 132 a ayat (2) HIR, rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya yang ditujukan kepada pengadilan negeri, pada saat berlangsungnya proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat.
Syarat materil gugatan rekonvensi berkaitan dengan intensitas hubungan antara materi gugatan konvensi dengan gugatan rekonvensi. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai syarat materil gugatan rekonvensi. Ketentuan Pasal 132 huruf (a) HIR hanya berisi penegasan bahwa:
1.      tergugat dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan rekonvensi;
2.      tidak disyaratkan antara keduanya harus mempunyai hubungan erat atau koneksitas yang substansial.
Walaupun tidak terdapat pengaturan mengenai syarat harus adanya koneksitas antara gugatan rekonvensi dengan konvensi, ternyata dalam prakteknya, pengadilan cenderung menerapkannya. Seolah-olah koneksitas merupakan syarat materil gugatan rekonvensi. Oleh karena itu, gugatan rekonvensi baru dianggap sah dan dapat diterima untuk diakumulasi dengan gugatan konvensi, apabila terpenuhi syarat:
1.      terdapat faktor pertautan  hubungan mengenai dasar hukum dan kejadian yang relevan antara gugatan konvensi dengan rekonvensi;
2.      hubungan pertautan itu harus sangat erat, sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan secara efektif dalam satu proses dan putusan.
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban, baik itu berupa jawaban lisan atau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belum sampai pada pendengaran keterangan saksi. Sedang tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan balasan atas gugatan penggugat adalah: 
1.      Bertujuan menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan.
2.      Mempermudah prosedur.
3.      Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu dengan           yang lainnya.
4.      Menetralisir tuntutan konvensi.
5.      Acara pembuktian dapat disederhanakan.
6.      Menghemat biaya.
Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonvensi) pada umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.
Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga hal, yaitu:
 1.      Penggugat dalam kualitas berbeda.
Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonvensinya ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).
2.  Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi.
Gugatan rekonvensi tidak diperbolehkan terhadap perkara yang tidak menjadi wewenang Pengadilan Agama, seperti suami menceraikan istri, istri mengajukan rekonvensi , mau cerai dengan syarat suami membayar hutangnya kepada orang tua istri tersebut. Masalah sengketa hutang piutang bukan kewenangan pengadilan agama.
  3.  Perkara mengenai pelaksanaan putusan.
Gugatan rekonvensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat  membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonvensi seperti ini harus dittolak.
Contoh rekovensi Pak Andi menggugat Robi untuk menyerahkan tanah yang telah dibelinya dari Robi sesuai dengan transaksi jual beli yang dibuat di PPAT, karena itu sesuai dengan ketentuan pasal 132 a ayat (1) HIR, maka pak Robi berhak mengajukan gugatan rekonvensi berupa gugatan agar pak Andi melunasi pembayaran yang masih tersisa ditambah ganti rugi bunga atas perbuatan wanprestasi yang dilakukan pak Andi tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar