Jawaban yang dilakukan oleh pihak tergugat biasanya bersamaan
dengan rekonvensi dan eksepsi, dan hal ini dilakukan karena tidak berhasilnya
upaya perdamaian yang dilakukan oleh Majelis hakim. Dalam HIR tidak ada
ketentuan yang mewajibkan pihak tergugat untuk melakukan jawaban terhadap
gugatan penggugat, hanya saja dalam
pasal 121 ayat (2) dinyatakan bahwa pihak tergugat dapat melakukan
jawaban terhadap gugatan penggugat baik secara lisan maupun tulisan. Namun
demikian dijaman sekarang ini, seiring dengan penggunaan jasa advokat maka
jawaban biasanya dilakukan secara tertulis. Bila dikehendaki jawaban secara
tertulis oleh pihak tergugat maka akan dijawab juga secara tertulis oleh pihak
penggugat dalam bentuk replik dan tentu saja akan dijawab juga secara tertulis
oleh pihak tergugat dalam bentuk duplik. Ada dua macam jawaban pihak tergugat dalam
persidangan terhadap gugatan penggugat yaitu;
1. Jawaban yang secara tidak langsung menyentuh pokok perkara yang
dikenal dengan istilah tangkisan atau eksepsi. Exceptie (Belanda). Exception
(Inggris) secara umum berarti
pengecualian, akan tetapi dalam konteks hukum acara, bermakna tangkisan
atau bantahan (objection). Bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan
tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Namun tangkisan yang
dilakukan oleh tergugat yang diajukan dalam bentuk eksepsi adalah. Dilihat dari
segi ilmu hukum maka dikenal dua macam eksepsi yaitu 1). Eksepsi prosesuil dan
2). eksepsi materiil.
1) Eksepsi prosesuil yaitu eksepsi yang menyangkut hukum acara yang bertujuan untuk agar tidak
diterimanya atau ditolaknya gugatan oleh pengadilan di luar pokok perkara.
Eksepsi ini meliputi;
i.
Eksepsi
declinatoir yaitu tangkisan yang bersifat mengelakan meliputi:
Pertama, Eksepsi yang menyangkut kompetensi absolute yaitu eksepsi
yang menyatakan bahwa pengadilan negeri yang sedang melakukan pemeriksaan kasus
tersebu dinilai tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena
persoalan yang menjadi dasar gugatan tidak termasuk wewenang pengadilan negeri
tersebut, melainkan wewenang badan peradilan lain, seperti PTUN atau Pengadilan
Agama.
Kedua, Eksepsi yang menyangkut kompetensi relatif hakim yang
memeriksa suatu perkara yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa suatu pengadilan
negeri tertentu tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena tempat
kedudukan tergugat atau obyek sengketa tidak berada dalam wilayah hukum
pengadilan negeri yang sedang memeriksa perkara, melainkan wewenang wilayah
pengadilan negeri lain.
Kedua eksepsi tersebut harus diajukan diawal pemeriksaan
persidangan sebelum tergugat memberikan jawaban mengenai pokok perkara di
pengadilan baik secara tertulis maupun lisan. Kedua eksepsi ini diajukan
disetiap waktu. Bila eksepsi tersebut dikabulkan majelis hakim, maka putusan
harus memuat amar putusan dengan menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak
berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Dan dengan dikabulkannya eksepsi
tersebut, maka perkara tersebut dianggap telah selesai pada pengadilan
ditingkat pertama. Bila penggugat merasa tidak puas dan keberatan atas putusan
tersebut, maka penggugat dapat menggunakan upaya hukum banding ke pengadilan
tinggi yang bersangkutan.
Sebaliknya apabila eksepsi tersebut ditolak, karena dinilai oleh
hakim pengadilan negeri kalau eksepsi tersebut tidak beralasan, maka hakim
segera melakukan putusan sela dan amar putusannya diperintahkan supaya kedua
belah pihak untuk segera melanjutkan kembali pemeriksaan perkara tersebut.
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan cara biasa dan divonis
dalam putusan akhir, di mana terdapat tiga kemungkinan; Eksepsi terhadap perkara yang sama yang telah pernah
diputus dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (nebis in
idem); Eksepsi terhadap perkara yang sama dan masih diperiksa oleh
pengadilan lain; Eksepsi terhadap perkara yang masih dalam proses upaya hukum
banding atau kasasi.
ii.
Eksepsi
disqualificatoir yaitu eksepsi yang menyangkut ketidakbenaran kedudukan atau
status penggugat. Eksepsi terhadap para pihak tidak mempunyai kualifikasi untuk
bertindak.
2) Eksepsi materiil yaitu bantahan yang didasarkan atas ketentuan
hukum matreiil. Dikenal ada dua macam eksepsi materiil yaitu;
a. Eksepsi dilatoir, yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan
penggugat belum dapat dikabulkan karena adanya peristiwa hukum baru yang
bersifat menunda, misalnya karena penggugat telah memberikan penundaan
pembayaran hutang, atau penggugat telah bersedia menempuh jalur damai.
b. Eksepsi peremptoir, yaitu eksepsi yang bersifat menghalangi
dikabulkannya gugatan, karena adanya perubahan hubungan hukum antar para pihak,
misalnya gugatan yang diajukan telah lampau waktu (kadaluarsa) atau utang yang
menjadi dasar gugatan telah dihapuskan atau dinyatakan selesai.
2. Jawaban tergugat mengenai pokok perkara (verweer ten principal) Terhadap
jawaban tergugat mengenai pokok perkara ini dapat dibagi atas dua kategori
yaitu;
a. Jawaban tergugat yang berupa pengakuan
Pengakuan berarti
membenarkan isi gugatan penggugat baik untuk sebagian maupun untuk seluruhnya.
Bila tergugat membantah, maka pihak penggugat harus membuktikannya. Pengakuan
yang diberikan, meskipun oleh salah satu pihak, namun tetap dapat dijadikan
sebagai salah satu alat bukti. Pengakuan oleh tergugat harus dibedakan dengan
referte meskipun kedua duanya sama-sama pengakuan, hanya saja pengakuan
merupakan jawaban yang bersifat menyerahkan secara total menurut kebijaksanaan
hakim, dengan tidak membantah atau membenarkan gugatan. Dalam referte tergugat
hanya bersikap menunggu putusan hakim, dengan tidak membantah atau membenarkan
gugatan. Dalam referte tergugat hanya bersikap menunggu putusan hakim. Pada
umumnya hal ini terjadi bila pemeriksaan perkara tidak secara langsung
menyangkut kepentingannya, melainkan kepentingan orang lain. Bila tergugat
memilih sikap referte ini, makapada tingkat banding masih memiliki hak untuk
mengajukan eksepsi.
b. Jawaban tergugat yang berupa bantahan
Bantahan (verweer) ada dasarnya bertujuan agar gugatan penggugat di
tolak. Bantahan tergugat ini dapat berupa tangkisan (eksepsi) dan sangkalan
(verweer te principle). Namun demikian, undang-undang tidak memberikan
penjelasan rinci mengenai perbedaan tangkisan (exceptie verweer) dan sangkalan
(verweer ten principle).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar