Kamis, 19 Desember 2019

Mediasi


Definisi mediasi secara umum telah dijabarkan dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) N0. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, di mana dalam ayat (1) dijelaskan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Penyelesaian melalui perdamaian telah diatur dalam Pasal 3 PERMA bahwa setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi. Dijelaskan pula dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.
Lebih lanjut lagi, sengketa yang dikecualikan dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2) antara lain:
a. Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
1) Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
2) Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
3) Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
4) Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
 5) Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
 6) Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
7) Penyelesaian perselisihan partai politik;
 8) Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
 9) Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
c. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
            d. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e. Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat
Berdasarkan pasal di atas maka hakim berkewajiban untuk melakukan perdamaian kepada para pihak. Kewajiban mendamaikan sesuai dengan ketentuan pasal tersebut mengharuskan hakim mendorong kepada para pihak untuk  menyelesaikan masalah dengan cara berdamai, dan keputusan tersebut sepenuhnya ada ditangan para pihak serta hakim tidak dapat memaksa mereka untuk melakukan perdamaian. Upaya damai yang dilakukan oleh majelis hakim dari segi waktu dilakukan mulai proses persidangan awal, maupun proses selama pemeriksaan awal, hingga batasnya sampai akhir persidangan pada saat putusan.
Perdamaian tunduk kepada ketentuan pasal 130 HIR yaitu para pihak sendiri yang menyepakati materi perdamaian, kesempatan (agreement) dibuat dan dirumuskan diluar persidangan tanpa campur tangan hakim; dan persetujuan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak, dan para pihak selanjutnya meminta kepada majelis hakim untuk membuat kesepakatan perdamaian tersebut dalam bentuk putusan, dan atas permintaan tersebut maka majelis hakim menjatuhkan putusan yang memuat dictum “menghukum” para pihak untuk memenuhi dan melaksanakan isi perdamaian.
Hal-hal yang harus dihindari dalam mediasi:
·         Ketidaksiapan mediator
·         Kehilangan kendali oleh mediator
·         Kehilangan netralitas
·         Mengabaikan emosi
Kriteria efektivitas mediasi:
·         Fairness, yaitu menyangkut perhatian mediator terhadap kesetaraan, pengendalian pihak-pihak yang bertikai, dan perlindungan terhadap hak-hak individu.
·         Kepuasan pihak-pihak yang bertikai, yaitu apakah intervensi mediator membantu memenuhi tujuan pihak-pihak yang bertikai, memperkecil kerusakan, meningkatkan peran serta, dan mendorong komitmen.
·         Efektivitas umum, seperti kualitas intervensi, permanen tidaknya intervensi, dapat tidaknya diterapkan.
·         Efisiensi dalam waktu, biaya, dan kegiatan.
·         Apakah kesepakatan tercapai atau tidak
Beberapa alasan mengapa mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia:
·         Faktor Ekonomis, di mana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
·   Faktor ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel.
·         Faktor pembinaan hubungan baik, di mana mediasi yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar