Definisi mediasi secara umum telah dijabarkan dalam Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) N0. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
di mana dalam ayat (1) dijelaskan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak
dengan dibantu oleh Mediator. Penyelesaian melalui perdamaian telah diatur
dalam Pasal 3 PERMA bahwa setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa
hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi. Dijelaskan
pula dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan
termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan
pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet)
terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.
Lebih lanjut lagi, sengketa yang dikecualikan dijelaskan dalam
Pasal 4 ayat (2) antara lain:
a. Sengketa yang pemeriksaannya di
persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
1) Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
2) Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan
Industrial;
3) Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
4) Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
5) Permohonan pembatalan
putusan arbitrase;
6) Keberatan atas putusan
Komisi Informasi;
7) Penyelesaian perselisihan partai politik;
8) Sengketa yang
diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
9) Sengketa lain yang
pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat
atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
c. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu
perkara (intervensi);
d. Sengketa mengenai
pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e. Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan
penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator
bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak
berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan
Mediator bersertifikat
Berdasarkan pasal di atas maka hakim berkewajiban untuk melakukan
perdamaian kepada para pihak. Kewajiban mendamaikan sesuai dengan ketentuan
pasal tersebut mengharuskan hakim mendorong kepada para pihak untuk menyelesaikan masalah dengan cara berdamai,
dan keputusan tersebut sepenuhnya ada ditangan para pihak serta hakim tidak
dapat memaksa mereka untuk melakukan perdamaian. Upaya damai yang dilakukan
oleh majelis hakim dari segi waktu dilakukan mulai proses persidangan awal,
maupun proses selama pemeriksaan awal, hingga batasnya sampai akhir persidangan
pada saat putusan.
Perdamaian tunduk kepada ketentuan pasal 130 HIR yaitu para pihak
sendiri yang menyepakati materi perdamaian, kesempatan (agreement) dibuat dan
dirumuskan diluar persidangan tanpa campur tangan hakim; dan persetujuan
tersebut dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak, dan
para pihak selanjutnya meminta kepada majelis hakim untuk membuat kesepakatan
perdamaian tersebut dalam bentuk putusan, dan atas permintaan tersebut maka
majelis hakim menjatuhkan putusan yang memuat dictum “menghukum” para pihak
untuk memenuhi dan melaksanakan isi perdamaian.
Hal-hal yang harus dihindari dalam mediasi:
·
Ketidaksiapan
mediator
·
Kehilangan
kendali oleh mediator
·
Kehilangan
netralitas
·
Mengabaikan
emosi
Kriteria efektivitas mediasi:
·
Fairness,
yaitu menyangkut perhatian mediator terhadap kesetaraan, pengendalian
pihak-pihak yang bertikai, dan perlindungan terhadap hak-hak individu.
·
Kepuasan
pihak-pihak yang bertikai, yaitu apakah intervensi mediator membantu memenuhi
tujuan pihak-pihak yang bertikai, memperkecil kerusakan, meningkatkan peran
serta, dan mendorong komitmen.
·
Efektivitas
umum, seperti kualitas intervensi, permanen tidaknya intervensi, dapat tidaknya
diterapkan.
·
Efisiensi
dalam waktu, biaya, dan kegiatan.
·
Apakah
kesepakatan tercapai atau tidak
Beberapa alasan mengapa mediasi sebagai alternatif penyelesaian
sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia:
·
Faktor
Ekonomis, di mana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa memiliki
potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik
dari sudut pandang biaya maupun waktu.
· Faktor
ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk membahas agenda
permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel.
·
Faktor
pembinaan hubungan baik, di mana mediasi yang mengandalkan cara-cara
penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan
pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung
maupun yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar