Minggu, 22 Desember 2019

Kasasi

Kasasi merupakan pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung. Pengertian pengadilan kasasi adalah pengadilan yang memeriksa apakah judex factie tidak salah dalam melaksanakan peradilan. Upaya hukum kasasi ini merupakan upaya hukum agar putusan putusan pengadilan tingkat I dan tingkat II dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan.
Menurut KBBI arti kasasi adalah pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang. Menurut penjelasan diatas, hak kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hukum, kasasi memiliki arti sebagai berikut: pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan.
Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga.
Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.
Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak dapat diterima.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan kasasi yaitu:
1.      Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
2.      Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
3.      Putusan pengadilan tingkat I dan tingkat II, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
4.      Membuat memori kasasi.
5.      Membayar panjar biaya kasasi.
6.      Menghadap di kepaniteraan Pengadilan yang bersangkutan.

Banding

Upaya hukum banding merupakan suatu upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang kalah di Pengadilan Tingkat Pertama ke Pengadilan Tingkat Tinggi melalui pengadilan yang memutus perkara tersebut, yaitu sebagai upaya hukum atau perlawanan terhadap putusan yang dijatuhkan secara kontrakditur. Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
Banding merupakan upaya hukum biasa melawan putusan Pengadilan oleh pihak-pihak yang merasa tidak puas dan tidak dapat menerima putusan Pengadilan. Upaya hukum banding ini diatur dalam Pasal 188 s/d 194 HIR (untuk daerah jawa dan madura). Tetapi pasal tersebut tidak berlakunya, sejalan dengan berlakunya UU No. 29 Tahun 1974 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal 188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985. Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.
Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan bandingnya tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).
Adapun yang menjadi syarat-syarat dari upaya banding antara lain:
1.      Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
2.      Diajukan dalam masa tenggang waktu banding.
3.      Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding.
4.      Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo.
5.      Menghadap di kepaniteraan pengadilan yang putusannya dimohonkan banding.


Jumat, 20 Desember 2019

Upaya Hukum

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan Undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk melawan putusan hakim dengan tujuan untuk mencegah dan atau memperbaiki kekeliruan dalam putusan hakim tersebut akibat adanya penemuan bukti-bukti atau fakta-fakta lain. Dalam hukum acara perdata dikenal ada dua macam upaya hukum yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. 
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang undang yang bersifat menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara, kecuali bila putusan hakim tersebut dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vorraad), seperti yang tercantum dalam pasal 180 ayat 1 HIR.  Dalam hal ini meskipun para pihak menempuh upaya hukum biasa, namun pelaksanaan putusan (eksekusi) dapat berjalan terus. Upaya hukum biasa bersifat terbuka untuk setiap putusan hakim, namun wewenang untuk menempuh upaya hukum ini hapus dengan sendirinya bila para pihak menerima putusan yang dijatuhka oleh hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum. Ada tiga bentuk upaya hukum biasa yaitu perlawanan, banding dan kasasi.
            Berbeda dengan upaya hukum biasa, upaya hukum luar biasa pada dasarnya bersifat tidak dapat menangguhkan eksekusi. Setelah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewisde) suatu putusan hakim tidak dapat diubah dan diganggu gugat lagi. Di samping itu, bila tidak tersedia lagi upaya hukum biasa, maka putusan hakim tersebut telah memiliki kekuatan hukun tetap. Sedangkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebenarnya masih tersedia upaya hukum yang dapat ditempuh yaitu upaya hukum luar biasa. Dalam hal ini upaya hukum istimewa adalah suatu bentuk upaya hukum yang hanya diperbolehkan dalam hal-hal tertentu yang tersebut jelas dalam undangundang. Yang termasuk dalam upaya hukum luar biasa ini meliputi peninjauan kembali (reguest civil) dan perlawanan pihak ketiga (derdenverzet).
Dapat disingkat :
1.      Upaya hukum biasa
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
2. Upaya hukum luar biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial