Pada hari sidang
yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang yang didampingi oleh panitera,
membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Sifat terbuka untuk
umum ini merupakan syarat mutlak (pasal 19 (1) dan 20 UU No. 4 Tahun 2004 jo. Pasal
13 (1) UU No.48 Tahun 2009). Terhadap terbukanya sidang untuk umum ada
pembatasannya yaitu apabila undang undang menentukan lain atau berdasarkan
alasan-alasan penting menurut hakim yang dimuat dalam berita acara atas
perintahnya. Dalam hal ini, maka pemeriksaan dilakukan dengan pintu tertutup. Pemeriksaan
perkara harus berlangsung dengan hadirnya kedua belah pihak. Kalau satu pihak
saja yang hadir, maka tidak boleh dimulai dengan pemeriksaan perkara, tetapi
sidang harus di tunda. Keterangan kedua belah pihak harus didengar bersama,
kedua belah pihak harus diberlakukan sama.
Berikut ini tata
urutan mengenai sidang perkara perdata di pengadilan negeri :
1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum;
2. Para pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan memasuki ruang
sidang;
3. Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian
pula diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat;
4. Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk
menyelesaikan dengan perkara secara damai;
5. Ditawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN
atau dari luar (lihat PERMA RI No.1 Tahun 2008);
6. Apabila tidak tercapai kesepakatan damai maka sidang dilanjutkan
dengan pembacaan surat gugat oleh penggugat/kuasanya;
7. Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan
dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YME;
8. Apabila tidak ada perubahan acara selanjutnya jawaban dari
tergugat; (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil,
gugatan rekonvensi);
9. Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai
penggugat rekonvensi;
10. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia
berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;
11. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada gugatan
intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst);
12. Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan
provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat
intervensi);
13. Pembuktian
14. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;
15. Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi;
16. Apabila menyangkut tanah dilakukan pemeriksaan setempat;
17. Kesimpulan
18. Musyawarah oleh Majlis Hakim (bersifat rahasia);
19. Pembacaan Putusan;
20. Isi putusan: a. Gugatan dikabulkan, b. Gugatan ditolak, c.
Gugatan tidak dapat diterima;
21. Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah akan
menerima, pikir-pikir atau akan banding. Apabila pikir-pikir maka diberi waktu
selama 14 hari;
22. Dalam hal ada pihak yang tidak hadir maka diberitahu terlebih
dahulu dan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan diberi hak untuk
menentukan sikap. Apabila waktu 14 hari tidak menentukan sikap maka dianggap
menerima putusan.
SUMBER RUJUKAN :
v Hukum Acara Perdata Di Indonesia (Prof. Dr. H. zainal Asikin, S.H.,
SU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar