Yang dimaksud dengan asas hukum acara perdata adalah suatu pedoman
atau dasar yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam mengadili suatu perkara di
persidangan pengadilan, Asas-asas yang ada dalam hukum positif umumnya
dijadikan sebagai pedoman atau dasa oleh hakim dalam melaksanakan tugasnya
mengadili para pihak yang sedang berperkara di persidangan pengadilan, yang
mana asas-asas hukum ini mengatur tentang proses jalannya persidangan yang
harus atau wajib dilaksanakan oleh hakim dalam persidangan pengadilan. Apabila
hakim dalam melaksanakan tugasnya tidak berpedoman dan atau menyimpang dari
asas-asas hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka
keputusannya dapat berakibat cacat hukum dan batal demi hukum. Asas asas hukum
acara perdata antara lain:
1. Asas
Hakim Bersifat Pasif
Maksud dari asas ini adalah adanya
tuntutan hak dari penggugat kepada tergugat, timbulnya inisiatif sepenuhnya ada
pada pihak penggugat.
Hakim bersifat pasif dalam pengertian
yang luas adalah bahwa suatu perkara diajukan ke pengadilan atau tidak untuk
penyelesaiannya sepenuhnya tergantung inisiatif dari para pihak yang sedang
berperkara bukan dari hakim yang akan memeriksa karena sebelum perkara diajukan
ke pengadilan hakim bersifat pasif, sedangkan kalau suatu perkara teleh
diajukan oleh para pihak ke persidangan pengadilan maka hakim harus bersifat
aktif untuk mengadili perkara tersebut seadil-adilnya tanpa pandang bulu.
Hakim tidak diperbolehkan atau dilarang
memberikan putusan yang tidak di tuntut oleh oleh para pihak yang berperkara
karena akan berakibat putusannya cacat hukum dan dapat batal demi hukum (pasal
178 HIR jo. Pasal 189 RBg).
2. Hakim Bersifat Menungggu
Maksudnya ialah hakim bersifat menunggu
datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan hak atau
penuntutan maka tidak ada hakim. Jadi apakah aka nada proses atau tidak, inisiatif
untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan
(Pasal 118 HIR, 142 RBg.).
3. Asas Sifat Terbukanya Persidangan
Asas sifat terbukanya persidangan adalah
hakim dalam mengadili suatu perkara yang diajukan oleh pengggugat
persidangannya terbuka untuk umum.
Dalam praktik persidangan yang terbuka
untuk umum persidangannya dilaksanakan dalam ruangan yang pintunya terbuka dan
setiap orang tanpa terkecuali dapat menyaksikan jalannya persidangan, sedangkan
persidangan yang tertup untuk umum pelaksanaannya dalam ruangan yang pintunya
di tutup dan tidak semua orang bias masuk terkecuali para pihak yang berperkara
dan para saksi.
Dalam perkara yang terbuka untuk umum
maka harus terbuka untuk umum karena jika ternyata hakim dalam menangani suatu
perkara tidak terbuka untuk umum, keputusan yang dibuat oleh hakim tidak sah
dan atau cacat hukum serta dapat batal demi hukum (pasal 13 UU No. 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
Namun dalam hal sidang terbuka untuk
umum terdapat pengecualiannya yaitu khusus untuk perkara-perkara perceraian
persidangannya tertutup untuk umum karena menyangkut rahasia keluarga.
4. Asas Mendengar Kedua Belah Pihak
Asas mendengar kedua belah pihak (audiatur
et altera pars atau eines mannes rede ist keines mannes rede)
adalah hakim dalam menangani suatu perkara terhadap para pihak yang sedang
berperkara harus mendengarkan keterangan tentang terjadinya peristiwa hukum
dari kedua belah pihak.
Dalam memberikan keputusan hakim tidak
boleh hanya berdasarkan keterangan salah satu pihak saja terkecuali jika
tergugat setelah dipanggil dengan patut dua (2) kali berturut-turut tidak hadir
(Purge) dan tidak memerintahkan wakil atau kuasa hukumnya serta tidak
mempergunakan haknya untuk didengar keterangannya, hakim dapat memeberikan
putusan verstek. Tetapi jika setelah hakim memberikan putusan verstek da nada
perlawanan (verzet) dari pihak tergugat maka hakim juga harus mendengar
keterangan pihak tergugat dan memberikan putusan yang adil (pasal 121 ayat 2,
132a HIR jo. Pasal 145 ayat 2, 157 RBg. jo. Pasal 47 Rv. jo pasal 4 UU No. 14
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Jika dalam keterangan-keterangan yang
diberikan oleh para pihak belum mendapatkan gambaran tentang duduk perkara yang
sebenarnya maka hakim karena jabatannya mempunyai hak untuk memerintahkan para
pihak yang berperkara menghadirkan para saksi yang mendengar, mengalami, dan
menyaksikan langsung terjadinya peristiwa hukum.
5. Asas Bebas Dari Campur Tangan Para
Pihak Di Luar Pengadilan
Maksud dari asas ini adalah Hakim
pengadilan dalam memberikan keputusan terhadap para pihak yang berperkara harus
berdasarkan keyakinannya dan tidak boleh terpengaruh dengan pihak lain diluar
pengadilan.
Hakim wajib menjaga kemandiriannya dalam
hal memberikan keputusan tanpa terpengaruh oleh pihak lain di laur pengadilan
sekalipun pengaruh itu dari pejabat negara bahkan presiden sekalipun tetap
hakim tidak boleh terpengaruh. ( lihat pasal 1 angka 1, pasal 3 ayat 1 dan 2 UU
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
Hakim dalam memberikan keputusan harus
berdasarkan bukti-bukti dan keyakinannya tanpa terpengaruh oleh pihak lain di
luar pengadilan.
6. Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya
Ringan
Maksud dari asas ini adalah Hakim dalam
mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama sehingga tidak memakan biaya yang
banyak.
Sederhana diartikan hakim
dalam pelaksanaan mengadili harus menggunakan kalimat atau bahasa yang mudah
dipahami dan dimengerti oleh para pihak yang berperkara. Cepat diartikan
hakim dalam memeriksa para pihak yang berperkara setelah ada bukti-bikti yang
cukup dan akurat segera memberikan keputusan dan waktunya tidak diulur-ulur
atau penundaan persidangan.
7. Asas Putusan Harus Disertai
Alasan-Alasan
Asas ini maksudnya adalah putusan hakim
dalam suatu perkara harus menggunakan dalil-dalil atau dasar hukum positif yang
ada. Hal ini dimaksudkan untuk pertanggungjawaban dari sebuah keputusan yang
telah dikeluarkan oleh hakim, sehingga pihak lawan juga akan kesulitan mencari
celah atau kelemahan dari putusan tersebut.
Hakim dalam menerapkan dalil-dalil atau
hukum harus sesuai dengan sengketa yang dihadapi oleh para pihak jika tidak
maka keputusan yang dikeluarkan oleh hakim tersebut berakibat cacat hukum dan
dapat dibatalkan, diubah dan diperbaiki di tingkat banding. Dan agar supaya
keputusan yang dikeluarkan apabila diajukan upaya hukum lain oleh pihak lawan
tidak berakibat dibatalkan, diperbaiki, dan diubah di tingkat banding, kasasi,
maupun peninjauan kembali.
8. Asas Putusan Harus Dilaksanakan
Setelah 14 (Empat Belas) Hari Lewat
Maksud dari asas ini adalah setiap
keputusan pengadilan hanya dapat dilaksanakan (eksekusi) setelah tenggang waktu
14 (empat belas) hari telah lewat dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
(in kracht van gewijsde) atau tidak ada upaya hukum lain dari pihak
yang dikalahkan kecualai dalam putusan Provisionil dan
putusan uit voerbaar bij voorraad.
9. Asas Beracara Dikenakan Biaya
Maksud dari asas beracar dikenakan biaya
adalah para pihak yang beracara di pengadilan dikenakan biaya perkara. Biaya
perkara pada umumnya berupa biaya pemanggilan, pemberitahuan dan biaya materai.
Biaya-biaya tersebut diperlukan oleh pengadilan untuk memperlancar jalannya
persidangan. Biaya-biaya tersebut umunya dibebankan kepada pihak yang
dikalahkan dalam suatu persidangan.
Jika dalam perkara tersebut ada
barang-barang jaminan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang harus
di sita oleh panitera pengadilan negeri maka selain biaya-biaya tersebut
diatas masih ada biaya tambahan yaitu biaya sita eksekusi dari eksekusi
lelang termasuk didalamnya biaya-biaya pengacara, para saksi, saksi ahli dan
juru bahasa (pasal 121 ayat 4, pasal 182, pasal 183 HIR jo. Pasal 145 ayat 4,
pasal 192, pasal 193 RBg. jo. Pasal 2 ayat 2, pasal 4 ayat 2 UU No. 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Biaya-biaya yang harus dibayar di atas
terdapat pengecualaian untuk para pihak yang tidak mampu yang telah mengajukan
permohonan ke pengadilan dengan beracara di pengadilan tanpa biaya (prodeo) dan
tidak dilawan oleh pihak lawan serta dikabulkan oleh hakim. Jika dalam
persidangan dikalahkan tidak dikenakan biaya (pasal 237, 238, 239 HIR jo. Pasal
273, 274, 275 RBg).
10. Hakim Harus Mengadili Perkara
Bahwa terhadap setiapperkara yang masuk,
hakim tidak boleh menolak untuk mengadili perkara tersebut dengan dalih bahwa
hukumnya tidak ada atau kurang jelas. (vide pasal 14 ayat 1 UU No. 14
Tahun 1970).
11. Peradilan Dilakukan dengan Sederhana,
Cepat, dan Biaya Ringan (pasal 2 ayat 4 UU No. 48 Tahun 2009)
Sederhana, maksudnya acara jelas, mudah
dipahami dan tidak berbelit belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas dalam
beracara maka semakin baik. Sebaliknya terlalu banyak formalitas atau peraturan
akan sulit dipahami dan akan menimbulkan beraneka ragam penafsiran sehingga
kurang menjamin adanya kepastian hukum.
Cepat, menunjuk jalannya peradilan yang
cepat dan proses penyelesaiannya tidak berlarut larut yang terkadang harus
dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Biaya ringan, maksudnya biaya yang
serendah mungkin sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat. Biaya perkara yang
tinggi membuat orang enggan beracara di pengadilan.
Apabila hakim dalam melaksanakan
tugasnya tidak berpedoman atau menyimpang dari asas-asas hukum yang ada sesuai
dengan peraturan perundang-undangan maka keputusannya dapat berakibat
cacat hukum dan dapat batal demi hukum.
SUMBER RUJUKAN:
n Hukum Acara Perdata Di Indonesia (Prof. Dr. H. zainal Asikin, S.H.,
SU)
n Hukum Acara Perdata (Dr. Elfrida R Gultom, S.H., MH)
n Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik (Sarwono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar