A.
Pengertian
benda dalam hukum
Menurut
Pasal 499 KUH Per, benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat
dikuasai oleh hak milik. Adapun, yang dimaksud dengan benda dalam arti ilmu
hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum dan barang-barang
yang dapat menjadi milik serta hak setiap orang yang dilindungi oleh hukum. Oleh
karena itu yang dimaksud dengan benda menurut undang-undang hanyalah segala
sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat dimilki orang, maka segala sesuatu
yang tidak dapat dimiliki orang bukanlah termasuk pengertian benda menurut BW
(Buku II), seperti bulan, bintang, laut, udara, dan lain sebagainya.
Menurut Prof. Soediman
Kartohadiprodjo, yang dimaksudkan dengan benda ialah semua barang yang berwujud
dan hak (kecuali hak milik). Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
pengertian benda pertama-tama ialah barang yang berwujud yang dapat ditangkap
dengan pancaindra, tapi barang yang tak berwujud termasuk benda juga. Adapun
menurut Prof. Subekti, perkataan benda (zaak) dalam arti luas ialah segala
sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, dan perkataan benda dalam arti sempit
ialah sebagai barang yang dapat terlihat saja. Menurut Prof. L.J. van
Apeldoorn, benda dalam arti yuridis ialah sesuatu yang merupakan objek hukum.
Hakikat benda (zaak) adalah sesuatu hakikat yang diberikan oleh hukum objektif.
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang diatur dalam Hukum Benda ialah
pertama-tama mengatur pengertian dari benda, kemudian pembedaan macam-macam
benda, dan selanjutnya bagian yang terbesar mengatur mengenai macam-macam hak
kebendaan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan Hukum
Benda adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai hak-hak kebendaan
yang sifatnya mutlak.
Jadi,
di dalam sistem Hukum Perdata (KUH Per), kata zaak (benda) mempunyai dua arti,
yaitu barang yang berwujud dan bagian daripada harta kekayaan. Yang termasuk
zaak selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu sebagai
barang yang tak berwujud. Selain pengertian tersebut, benda (zaak) dapat
berarti bermacam-macam, yaitu:
Benda
sebagai objek hukum (Pasal 500 KUH Per).
Benda
sebagai kepentingan (Pasal 1354 KUH Per).
Benda
sebagai kenyataan hukum (Pasal 1263 KUH Per).
Benda
sebagai perbuatan hukum (Pasal 1792 KUH Per).
B. Macam-macam benda
Menurut
Prof. Subekti, benda dapat dibagi atas beberapa macam, yaitu:
a.
Benda
yang dapat diganti (contoh: uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh: seekor
kuda).
b.
Benda
yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan yang
tidak dapat diperdagangkan atau “di luar perdagangan” (contoh: jalan-jalan dan
lapangan umum).
c.
Benda
yang dapat dibagi (contoh: beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor
kuda).
d.
Benda
yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tidak bergerak (contoh: tanah).
Adapun
menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, benda dapat dibedakan atas:
a.
Barang-barang
yang berwujud (lichamelijk) dan barang-barang yang tidak berwujud (onlichamelijk).
b.
Barang-barang
yang bergerak dan barang-barang yang tidak bergerak.
c.
Barang-barang
yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang yang tidak
dapat dipakai habis (onverbruikbaar).
d.
Barang-barang
yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan barang-barang yang masih akan
ada (toekomstige zaken). Barang yang akan ada dibedakan:
1.
Barang-barang
yang pada suatu saat sama sekali belum ada, misalnya panen yang akan datang.
2.
Barang-barang
yang akan ada relatif, yaitu barang-barang yang pada saat itu sudah ada, tetapi
bagi orang-orang yang tertentu belum ada, misalnya barang-barang yang sudah
dibeli, tetapi belum diserahkan.
e.
Barang-barang
yang dalam perdagangan (zaken in de handel) dan barang-barang yang di
luar perdagangan (zaken buiten de handel).
f.
Barang-barang
yang dapat dibagi dan barang-barang yang tidak dapat dibagi.
Sementara
itu, menurut Prof. L.J. van Apeldoorn, benda dapat dibagi atas:
a.
Benda
berwujud (lichamelijke zaken), yakni benda yang dapat ditangkap dengan
pancaindra.
b.
Benda
tidak berwujud (onlichamelijke zaken), yakni hak-hak subjektif.
Menurut
sistem Hukum Perdata Barat sebagaimana diatur dalam BW benda dapat dibedakan
atas:
a.
Benda
tidak bergerak dan benda bergerak
b.
Benda
yang musnah dan benda yang tetap ada
c.
Benda
yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
d.
Benda
yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
e.
Benda
yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan.
Dari pembagian macam-macam benda
yang telah dikemukakan di atas, yang paling penting adalah pembagian benda
bergerak dan benda tak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat yang
sangat penting dalam hukum. Menurut Pasal 504 KUH Per, tiap-tiap kebendaan
adalah benda bergerak atau benda tak bergerak.
a.
Benda
bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya atau karena penetapan
undang-undang dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya kendaraan,
surat-surat berharga, dam sebagainya. Dengan demikian, kebendaan bergerak ini
sifatnya adalah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan (Pasal 509 KUH
Per). Menurut Pasal 505 KUH Per, benda bergerak ini dapat dibagi atas benda
yang dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
b. Benda tidak bergerak adalah benda-benda
yang karena sifatnya, tujuan pemakaiannya atau penetapan undang-undang
dinyatakan sebagai benda tak bergerak, misalnya tanah, bangunan, dan
sebagainya.
C. Arti penting pembedaan
benda
1) Benda Berwujud dan benda tidak
berwujud.
Arti penting pembedaan ini ialah
terletak pada cara penyerahannya apabila benda itu dipindahtangankan kepada
pihak lain, misalnya jual beli, pewarisan, pemberian (hibah). Penyerahan benda
berwujud bergerak dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan
benda berwujud berupa benda tetap dilakukan dengan balik nama. Penyerahan benda
tidak berwujud berupa piutang dilakukan sebagai berikut (pasal 613 KUHPdt) :
a. Piutang atas nama (op naam)
dengan cara cessie;
b. Piutang atas tunjuk (aan toonder)
dengan cara penyerahan surat daru tangan ke tangan;
c. Piutang atas pengganti (aan
order) dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya dari tangan ke tangan.
2) Benda Bergerak dan benda tidak
bergerak.
Arti penting pembedaan ini
terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa (verjaring),
pembebanan (berzwaring). Mengenai penguasaan (bezit), pada benda bergerak
berlangsung asas dalam pasal 1977 KUHPdt yaitu orang yang menguasai benda
bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Pada benda tidak bergerak asas itu tidak
berlaku. Mengenai penyerahan (levering), pada benda bergerak dapat dilakukan
penyerahan nyata. Sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik
nama. Mengenai daluarsa (verjaring), pada benda bergerak tidak dikenal
daluarsa, sebab yang mengusai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya.
Sedangkan pada benda tidak bergerak dikenal daluarsa :
a. Dalam hal ada alas hak, daluarsa
20 tahun,
b. Dalam hal tidak ada alas hak,
daluarsanys 30 tahun, (pasal 1963 KUHPdt).
Mengenai pembebanan (bezwaring),
pada benda bergerak dilakukan dengan gadai (pand), sedangkan pada benda tidak
bergerak dilakukan dengan hipotik.
3) Benda dipakai habis dan tidak
dipakai habis
Arti penting pembedaan ini
terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang obyeknya adalah benda
pakai habis, apabila dibatalkan mengalami kesulitan dalam pemulihan kepada
keadaan semula. Penyelesainnya ialah harus digantikan dengan benda lain yang
sejenis dan senilai. (contohnya beras, kayu, makanan).
Perjanjian yang obyeknya benda
tidak dipakai habis apabila dibatalkan, maka tidak begitu mengalami kesulitan
pada pemulihan ke keadaan semula, karena bendanya masih ada dan dapat
diserahkan kembali. Misalnya kendaraan bermotor, perhiasan dan lainnya.
4) benda sudah ada dan benda akan
ada
Arti penting pembedaan ini
terletak pada pembebanan sebagai jaminan utang atau pada pelaksanaan
perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan utang dan pelaksanaan
perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Benda akan ada tidak
dapat dijadikan jaminan, dan perjanjian yang obyeknya benda akan ada dapat
menjadi batal apabila pemenuhannya itu tidak mungkin dilaksanakan sama sekali
(pasal 1320 KUHPdt ; unsur ketiga).
5) Benda dalam perdagangan dan luar
perdagangan
Arti penting pembedaan ini
terletak pada pemindahtanganan karena jual beli atau karena pewarisan. Benda
dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas, dapat diwariskan kepada
ahli waris.
Benda luar perdagangan tidak
dapat diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan.
Tidak dapat dijualbelikan atau
tidak dapat diwariskan itu mungkin karena tujuan yang dilarang undang – undang
misalnya obat – bobatan terlarang, yang bertentangan dengan kepentingan umum,
dan yang bertentangan dengan kesusilaan.
C.
Perbedaan
system hukum benda dan hukum perikatan
Sistem pengaturan hukum benda itu ialah
sistem tertutup. Artinya, orang tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan baru
selain yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. Jadi, hanya dapat mengadakan
hak kebendaan terbatas pada yang sudah ditetapkan dalam undang-undang saja.
Hal
ini berlawanan dengan sistem hukum perikatan, di mana hukum perikatan mengenai
sistem terbuka. Artinya, orang dapat mengadakan perikatan ataupun perjanjian
mengenai apa pun juga, baik yang sudah ada aturannya dalam undang-undang maupun
yang belum ada peraturannya sama sekali. Jadi, siapa pun boleh mengadakan suatu
perikatan atau perjanjian mengenai apa pun juga. Dengan demikian, hukum
perikatan mengenai asas kebebasan berkontrak. Namun demikian, berlakunya asas
kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.
Hukum benda bersifat tertutup yang berarti ketentuan
ketentuan hukum keberadaan terbatas pada apa yang disebutkan dalam undang
undang. Sedangkan sistem hukum perikatan mempunyai sifat terbuka berarti ketentuan
ketentuan hukum perikatan dapat diatur oleh pihak yang bersangkutan dengan
dibatasi tidak melanggar undang undang yang ada.
SISTEM HUKUM BENDA
a.
Mengatur
hubungan hukum antara seseorang dengan benda.
b.
Hak
atas benda atau hak kebendaan (zakelijk
recht).
c.
Sifatnya
absolut (mutlak)
d.
Sistem
tertutup
e.
Jumlah
hak-hak kebendaan adalah terbatas yakni terbatas hanya pada yang disebut dalam
Buku II BW bersifat memaksa (dwingend recht)) tidak dapat dikesampingkan
SISTEM
HUKUM PERIKATAN
a.
Mengatur seseorang dengan orang lain
b.
hak
terhadap seseorang atau hak perorangan (Persoonlijk recht)
c.
Sifatnya nisbi (relatif)
d.
Sistem terbuka
e.
Kedudukan rangkaian pasal-pasal dalam hukum perikatan
hanyalah bersifat mengatur atau hanya sebagai hukum pelengkap saja (aanvullende
recht)
SUMBER RUJUKAN :
- Hukum Perdata: Hukum Benda (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan)
- Hukum Perdata Indonesia (Simanjuntak)
- Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata (ridwan syahraini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar